Anak dan Bunda, Perihal Gempa
Oleh: Bunda Guru
Anak itu menyandarkan sepedanya di dinding dekat pintu samping. Sambil memanggil-manggil bundanya ia langsung menuju dapur. Meletakkan kresek gorengan itu di atas meja makan. Perempuan yang dipanggil bunda tadi mengeringkan tangan dengan lap yang digantung di dekat bak cuci piring, lalu mendekati meja makan. Mereka makan gorengan, terlihat lahap. Masing-masing telah menghabiskan dua. Kemudian anak itu bertanya.
Anakda : “Bunda, akhir Desember itu sampai tanggal berapa?”
Bunda : “Sampai dengan tanggal tigapuluh satu.”
Anakda :”Berati hari Senin”.
Bunda :” Ada apa?”
Anakda : “waduh, ngeri.”
Bunda : “Mengapa?”
Anakda : “Mudah-mudahan tidak terjadi”.
Bunda : ”Yah, kita mengharapkan begitu”.
Anakda : ”Sekarang sudah tanggal duapuluh lima, berarti gempa tanggal
duapuluh tiga itu tidak ada, berarti orang Brazil itu bohong! Aku
memang tidak percaya.”
Bunda : ”Tidak percaya pun itu jangan. Memang ada manusia yang diberi
kemampuan dapat mengetahui kejadian yang akan datang. Kita harus
percaya itu. Yang tidak benar kita yakin itu pasti terjadi.
Anakda : “Tetapi, memang tidak terjadi gempa.”
Bunda : “Kalau mimpi orang Brazil itu begitu adanya, gempa itu ada. Akan
tetapi, karena semua kita sudah bermohon kepada Allah, menolaknya,
melaksanakan doa tolak bala, Yasinan, dan terus-menerus
mengamalkan zikir Asmaul Husna, kita terhindar dari bencana.
Mudah-mudahan tidak akan ada musibah gempa lagi.”
Anakda : “Bunda baca zikir Asmaul Husna yang mana?”
Bunda : ”Yaa Wakil, terus menerus, Insya Allah kita akan dilindungi dari semua
bencana. Yaa Rahim, seratus kali setelah shalat, maka Allah akan
melindungi kita dari semua bencana dan malapetaka.
Mendengar penjelasan bundanya, ada ketenangan di wajah anak itu. Mukanya kelihatan cerah. Bundanya berujar : “Mandilah, hari sudah sore.” Anak itu menjawab :”Temani.” “Mengapa, tanya bundanya. “Ngeri!”, katanya.
Bengkulu, 2 Januari 2008